Skip to main content

Hujan.

Satu persatu rintik hujan mulai membasahi wajah kita, dan kita malah semakin tertawa. Kau semakin pacu laju kendara motor, dengan harapan di depan sana mungkin saja hujan mereda. Yang justru terjadi malah kian bertambah deras, dan semakin deras, dan sebelum benar-benar basah, kita menepi.

Semangkuk mie ayam berdua dan es kelapa muda. Hanya basa basi kepada yang punya tempat. Tak enak rasanya berteduh tanpa membeli. Kita mulai membagi setengah-setengah mie. Meski di mangkok yang sama. Padahal kita tahu akhirnya; aku akan melahap lebih banyak. Dan kau akan berpura-pura merasa kenyang supaya bisa aku habiskan hingga suapan akhir.

Selebihnya, kita akan tertawa karena ini dan itu. Aku merapat kepadamu karena rupanya sang hujan tak ingin turun sendiri. Turut bersamanya angin menghempas. Hingga rasanya menerpa wajah ini. Aku tak peduli. Bersamamu, aku hangat.
Dan lagi, kita kembali tertawa.

Di lain hari, kau sudah antisipasi. Ada jas hujan telah kau siapkan. Maka di hari itu kita tak perlu menepi. Kita bisa terus melaju, layaknya barongsai di atas roda dua. Sayup terdengar sekali dua kali teriakanmu karena wajah terhempas air hujan. Dan aku tertawa-tawa sambil menunduk di belakangmu. Mencoba berlindung dari air yang mulai menyelinap pada permukaan jas hujan.

Hujan tak lantas membuatmu enggan menjemputku.
Hujan tak lantas menahanmu untuk memastikan aku tiba di rumah dengan selamat. Bersamamu.

Apakah Tuhan sebegitu baiknya hingga menciptakanmu?

I love you, Pak.

Comments

Popular posts from this blog

Sepotong Rasa dalam Diam #1

Aisya Soraya. Siapa yang tidak mengenal nama itu. Biasa disapa Aya. Mahasiswa tingkat 3 yang cantik, pintar, namun tetap bersahaja. Dia pernah mengikuti kontes kecantikan, dan menjadi juara 2. Pernah pula membintangi beberapa iklan dan hingga kini, masih menjadi presenter sebuah acara berpetualang ke daerah-daerah di Indonesia. Dia satu angkatan denganku. Cuma beda popularitas dan segala kelebihanya tadi. Hehe. Itu sih bukan ’cuma’ ya.

Mengawali taun 2011 dengan..

Pacar. Nggak lah bo'ong banget *garuk-garuk tembok*. Tapi ada yang lebih parah dari itu men. Apa hayo? 1. Ultimatum dari Yang Mulia Ratu Ibu, yang berbunyi, saya harus udah nikah di umur 25. 2. Si Bapak yang kurang lebih mengutarakan hal yang sama, namun plus embel-embel 'Bapak kan udah pengen nggendong cucu, Mbak" Mampus kan tuh gue. Oke, mari kita berpikiran jernih dan positif. Anggap aja itu adalah doa baik dari orang tua untuk anaknya. Cuman ketika saya teringat umur saya taun ini udah memasuki 23, jadi agak-agak dug-dug ser gimanaaaa gitu. Kalo kata temen saya, saya sudah mulai memasuki midlife crisis , yakni masa-masa saya mulai butuh hubungan dengan lawan jenis dan kebutuhan karir juga. Nahkan. Au ah.

Hai!

Hem. Tes tes *ketok ketok mic* Terlalu banyak hal terjadi selama beberapa bulan ini. Jadi cukup lama juga ngga ada waktu nulis. Ada sih, nulis report. Pft. Ini baru bulan ke 4 di 2014 tapi rasanya sudah lemayan lelah. Tapi senang. Tahun ini ngerasain tahun baruannya di Masjid Nabawi, Madinah. Such a rare chance, huh? Yes, it was a holy trip. More than that, it was a very meaningful moment to me, to my life, to my days after. Beware of what you asking for to God. He will answer those prayer in a very unpredictable ways. Very unpredictable. Fyuh. Work life? Hmm, lemayan juga. Baru dapat bonus tahunan. Bisa buat ganjel-ganjel tabungan. Love life? Please skip. Family? Still to try to get used of my dad's absence because of his duty for every 2 weeks. Health? Ehm, proudly saying that I take 2-3 times to exercise. Me anak gym bok ih waw kan yes? Friendship? One of my very bery best person got engaged last month and I feel very extremely happy. OK I was lying. She...