Skip to main content

Posts

 I never thought that loving someone could be this painful.  Diam ketika semestinya bisa berteriak.  Menangis dalam diam ketika semestinya bisa menggerung.  Tetap ada disana ketika semestinya bisa berpaling dan menjauh.  Bukan pisau yang melukai, justru bentakan yang meluluh lantakkan.  Memutuskan untuk tetap bertahan dan seolah tak perduli ternyata bisa sebegitu menggerus hati.  Membuat tangis tak lagi hanya berupa air mata.  Dan bodohnya adalah keinginan itu tetap ada.  Untuk diam-diam mendoakan. Menyisihkan sebagian jerih payah untuk mewujudkan suatu keinginan.  Bukankah itu yang dinamakan mencintai? Bukankah mencintai dan melihat yang dicinta bahagia adalah tujuannya?
Recent posts

Di antara.

 Untuk kesekian kali, kakiku menjejak di dua lingkaran.  Setengah duniaku runtuh, setengahnya lagi tetap merengkuh. Menarik jiwaku kembali menjejak bumi. Karena ada Byantara.  Segores rasa bersalah bolak balik menorehkan rasa. Apakah ini jawaban atas ketidakyakinanku.  Tapi mengapa rasa-rasanya terlalu nyaring jawabannya.  Di kala diri merasa 'oh mungkin sudah saatnya' dan 'apakah aku mampu?' Tuhan punya caraNya sendiri untuk menjawab.  Lagi-lagi hatiku terbelah. Sedihku terpecah. Setengahnya tercampur kelegaan. Namun ada setitik pertanyaan. Apakah sungguh-sungguh aku dianggap belum mampu? Pundakku memang ada banyak yang bertumpu. Apakah karena itu juga Tuhan berikan jawaban ini? Tuntun aku, Tuhan. Jika memang harus menangis, ijinkan, lapangkan. Jika memang sudah ada cerita yang lebih indah di depan sana, kuatkan. 

senja

 Senja itu datang, tak cukup temaram, namun cukup cahaya untuk mata ini tertuju pada senyum itu.  yang sedetik sempat tertahan, tertegun,  seperti halnya langkah ini yang melambat. antara ingin tetap berjalan atau berbalik arah. dari sekian juta kemungkinan yang ada di dunia ini, ada satu yang kini sedang terjadi.  tiga ratus enampuluh lima hari yang ke sekian sejak terakhir aku melihatmu.  diantara ratusan hari itu, tak satupun kau ada.  'hai', sapamu dan aku hanya membeku, mencoba mengulang kata yang sama. 'duluan ya..', hanya itu yang bisa kukatakan. dan berlalu. membawa semua rasa. semua degup. yang membuat dada ini sesak.  sekian ratus meter selanjutnya aku menyesal, mestinya aku menyapamu lebih dari itu. mestinya aku memintamu lebih dari itu.  mestinya aku tetap disana. karena aku yakin kau pasti tak akan melepasku lagi. 

Dari Nona ke Nyonya

atau dari karyawati menjadi ibu rumah tangga. Keduanya sama-sama butuh proses, sama-sama butuh banyak belajar. Sama-sama butuh ilmu ikhlas. Pernah denger ada temen yang bilang 'pengorbanan lo buat Byan itu luar biasa' Kucuman bisa bilang alhamdulillah. Sambil senyum dikit. Walaupun ada sebagian diri yang sesak. Rasanya pengorbanan itu terkesan ada pihak lain yang merasa tersiksa (haha!) while gw sangat menikmati perjalanan ini. Let me tell you a short (not sure) story then.. Pas jaman-jaman kecil itu, keluarga gw bisa dibilang hidup berkecukupan. Dalam artian, pas mau makan, berasnya ada. Cukup. Ngga berlebih. Walaupun lauknya kadang indomie, somay abang-abang lewat, sop, atau bakso (abang-abang lewat juga). Papihe kala itu punya dompet isinya kartu nama, ktp, sama fotonya Mbak Kakung dan Mbah Putri. Jarang banget gw liat ada duit disana. Yang belakangan gw tau kalo semua gajinya ya udah dikasih ke Ibu. Plus potongan cicilan rumah. Jarak rumah ke kantor kurang le
Berkunjung dalam bunga tidur. Entah bagaimana caranya datang. Tetiba menyelisip. Dan mengikuti alur cerita. Kau tampak tak berbeda. Tersenyum dan ceria seperti biasa. Hangat. Lalu berlalu. Terpejam mata ini saa terjaga. Mencoba kembali mengingat dengan rasa. Namun bayangmu tetap tak terjangkau. Kau tetap sudah tak ada. Tetap bahagia ya? Meskipun jauhnya hanya berselang langkah. Atau dekat namun terhalang tirai. Aku tetap berdoa.

Jantung yang bikin jantungan.

Waktu tau papihe ada sumbatan di jantung, saya jelas keliatan takut, sedih, kepikiran yang aneh-aneh. Tapi semalem pas tau ternyata ada pembengkakan di jantung Ibu dan ternyata sebelumnya Ibu pernah serangan tapi ngga nyadar, saya ngerasa blank. Sampai rumah sambil beberes tetiba air mata ngalir. Pun pas bangun salah pagi, abis siapin bekal Ayahnya Byan, saya rebahan trus air mata ngalir gitu aja. Rasanya ternyata lebih sakit kalo pas tau Ibu sakit.

D-2

Dua hari lagi menuju pulang .  Rasanya ya campur aduk.  Gini ya jadi perempuan yang (sedang belajar) dewasa. Ketika harus menempatkan prioritas. Ketika harus menimbang. Ketika harus jujur sama diri sendiri tentang apa yang dimau sebenernya.  Dan jawaban saya selalu tentang rumah, tentang Byantara, tentang Ayahnya, tentang memperbaiki diri supaya bisa jadi Ibu yang lebih baik lagi.  Semoga niatan ini selalu dikuatkan, karena pastinya ngga akan mudah.  Pun ini bukan pembuktian bahwa dengan sudah kembali ke rumah, semuanya bakal lancar sesuai keinginan. Tapi semuanya akan kesana, dengan izin Allah pastinya. Lucu ya, gimana hidup bisa bawa saya ke titik ini. Mungkin bagi sebagian orang ini hal yang sepele.  Tapi buat saya ini bukan.  Mengambil alih lagi tanggung jawab, belajar memupuk sabar, atau mungkin akan banyak mengucap istighfar. Bismillah Bismillah Bismillah