Skip to main content

14,9425.2 km

Lagi apa?

Sudah makan belum?

Seringnya kalimat itu yang menjadi pembuka. Salah satu bentuk rindu. Bukan kehilangan. Hanya merasa ada yang hilang, dan itu rasanya tak biasa.

Ribuan kilometer yang terbentang setidaknya membuatku tersadar; rumah ini terlalu besar untuk diisi hanya dua orang. Yang satu rutin berangkat pagi, pulang lewat petang. Sedangkan yang satu kebalikan. Pagi mata masih terpejam, baru beranjak keluar pagar menjelang petang, kembali lebih gelap dari yang pertama.

Belakangan ini aku juga tersadar, bahwa bohlam tak menyala ketika malam tiba itu menyebalkan. Lebih-lebih aku tak tahu dimana letak persediaan bohlam baru, dan sudah terlalu malam untuk sekedar berjalan ke warung belakang.

Hingga hal sepele soal pencarian merk makanan beku tertentu. Yang akhirnya ku ambil saja yang ada di depan mata setelah berusaha mengingat bungkusnya di dekat cucian piring waktu itu. Yang biasanya hanya ku tengok dan menggerutu, kenapa cuma goreng sosis sih?
Tapi kali ini aku rindu.

Ritme tidurku berubah.
Yang biasanya sudah mulai terpejam di jam sembilan, kini paling cepat hampir-hampir mendekati tengah malam. Pernah ada yang bilang padaku bahwa jika kau tetidur, tandanya kau nyaman. Berarti saat ini aku sedang tidak merasa nyaman?
Sudah tentu.

Pantas saja kadang kau sulit memejamkan mata saat sebelahmu sedang tidak dirumah. Atau kau sering misuh-misuh karena aku pulang larut. Di rumah sepi katamu. Dan aku sebal. Aku kan punya acara di luar. Sudah lelah bekerja. Wajar bukan kalau ingin bersantai barang sejam dua jam di luar?
Salahnya adalah ketika sudah tiba dirumah, aku melongok ke meja makan dan disana sudah terhidang masakanmu yang mulai dingin. Namun perutku sudah cukup penuh oleh masakan-masakan resto tadi.

aku rindu, sungguh aku rindu.

Atau ketika aku mulai sekedar menyapu dan mencoba merapikan isi rumah. Pekerjaan yang menurutku menyita waktu istirahatku di hari libur. Namun kemarin aku sangat menikmatinya. Aku menikmati rasanya menjadi kau; yang sambil bernyanyi lalu memeras lap basah, lalu menggosok debu-debu yang menempel di kayu. Atau mendorong-dorong kursi agar cukup bagi sapu untuk mencapai sudut dinding pojokan. Atau naik ke atas bangku untuk mencapai atas kusen jendela. Tempat debu bertumpuk, atau sekedar kotoran cicak.

Dan disaat semuanya sudah mulai rapih, kurasakan pinggangku mulai pegal. Beberapa jam sudah kuhabiskan, aku merasa sudah ada di pencapaian tertinggi. Lalu aku melirik, masih ada dapur, kamar mandi, dan ruang atas yang belum tersentuh. Namun tubuh ini sudah lumayan linu. Lelah.
Jadi ini yang kau rasakan?

Aku rindu, betulan rindu.

Hingga kadang aku hanya merebus mi instan untuk makan siang atau makan malam. Bukan karena tak ada lembaran-lembaran rupiah. Tapi karena rasanya semua sama saja. Hambar.
Aku ingin makan nasi hangat dan kecap, tapi dengan kalian.







Rindu bukan hanya sekedar jarak. Bukan juga karena perbedaan waktu.
Rindu adalah ketika aku mencoba melakukan apa yang biasa kau lakukan namun rasanya berbeda. Tetap tak bisa menandingi suara nyanyian dan gitar yang usianya lebih tua dariku. Tak bisa menandingi riuh cerewetmu di pagi hari, sore hari, atau hanya sekedar karena menumpuknya cucian piring dan cucian baju.
Aku rindu, sungguh rindu.


Lekaslah kembali. Rumah ini terlalu besar untuk hanya diisi oleh dua orang. Yang satu berangkat pagi, yang satunya masih terpejam ketika yang satu pergi.


Comments

Popular posts from this blog

Yesterday(s) and tomorrow(s)

Kalimat yang paling sering terdengar adalah: ‘waaah, ngga kerasa ya udah mau ganti taun’ PrĂȘt. Apenye ngga berasa. Buat saya mah taun 2010 ini berasa banget. Awal taun ini , dimulai dengan semangat membara buat bikin skripsi sebagai salah satu syarat buat lulus jadi tukang sarjana. Dan semangat itu naik turun nukik nyungsep naik dikit nukik lagi sampe bulan Juni, dimana akhirnya saya bisa kasih hadiah ulangtaun ke diri sendiri dengan bisa sidang sekripsi di tanggal 23 Juni 2010. Well, proses pembuatan sekripsi itu bener-bener pengalaman yang amit-amit ngga bakalan mau saya ulang. Bener-bener mengurasa tenaga, air mata, dan tabungan pastinya. Ya bayangin aja. Saya jadi sering kram karena setres. Dan yang bikin kramnya juga gga penting banget. Cuman karena garuk punggung, atau ngangkat tas, atau nunduk pas mau masuk angkot. Dan setelah sidang+skripsi, semuanya ilang. Saya juga takjub. Selain itu, skripsi juga sering bikin saya jadi angot-angotan, gampang marah, tumbuh jerawat , banyak m

Jantung yang bikin jantungan.

Waktu tau papihe ada sumbatan di jantung, saya jelas keliatan takut, sedih, kepikiran yang aneh-aneh. Tapi semalem pas tau ternyata ada pembengkakan di jantung Ibu dan ternyata sebelumnya Ibu pernah serangan tapi ngga nyadar, saya ngerasa blank. Sampai rumah sambil beberes tetiba air mata ngalir. Pun pas bangun salah pagi, abis siapin bekal Ayahnya Byan, saya rebahan trus air mata ngalir gitu aja. Rasanya ternyata lebih sakit kalo pas tau Ibu sakit.

Between blood, wall, and myself.

Hubungan gw dan darah selama sebulan ini sangat erat. Ketika gw tespek dan hasilnya muncul 2 garis, gw ngga bisa ambil adegan kaya kebanyakan pasutri yang baru nikah dan girang karena hasilnya positif. Hence, gw malah bengong. Because prior to that result, gw bleeding yang gw kira datang bulan. Kalau ternyata ada hasil garis 2, kenapa beberapa hari sebelumnya gw berdarah? Dan dari sanalah semuanya bermula. Selang sehari setelahnya, gw dan Irwandi memutuskan ke obgyn. Dokter pertama, menanyakan udah berapa tespek yang gw pakai. Gw bilang 3. Trus dia intinya bilang ya kalo udah ada hasil tespek, hasilnya berarti positif. Toh gw udah telat haid juga. Then gw kembali mengulang info yang sepertinya dia ketelisep, bahwa haid terakhir gw adalah 5 Juni, bukan 5 mei. Langsung dokter meralat ucapannya. Beliau bilang, berarti ada sesuatu. Yang dalem hati gw sautin that's why we're here, Sir. Beliau melakukan pemeriksaan usg transvaginal. Yang belum nikah dan belum tau, sila