Skip to main content

Panggilan

Pertama kenal Irwandi, saya manggilnya Abang, sebutan dari teman-teman kantornya. Termasuk sepupu saya yang juga teman sekantor. Ketika saya tanya alasannya kenapa dipanggil Abang, Irwandi bilang, karena di antara poros tengah (geng sales dengan status belum nikah) dia yang paling tua.
Oh oke. Toh dia juga lebih tua dari saya. Jadi saya juga terbiasa memanggil Abang.

Seiring berjalannya waktu dan ternyata hati kami tertambat (ceile), panggilan Abang mulai mendatangkan komentar dari keluarganya. Katanya, Irwandi kan bukan orang betawi, kok dipanggil Abang. Asal muasal Irwandi itu Kuningan-Solo. Namun dikarenakan darah Kuningannya yang lebih kental, jadilah panggilan di keluarganya adalah Aang.

Awal-awalnya saya juga agak ngerasa aneh gitu nyebut Aang. Biasanya akang atau Aa. Ini Aang. Kaya nama orang. Dikeluarganya karena dia anak laki pertama, jadi dipanggil Aang. Sama sepupu-sepupunya juga.
Jreng.
Sekali dua kali nyoba.
Yasudahlah saya mulai terbiasa. Meskipun punah sudah impian saya manggil 'mas' untuk lelaki yang nantinya mendampingi saya.

Cuma sekarang-sekarang ini saya jadi agak jarang manggil Aang. Bukan karena saya tidak menghormati. Tapi karena ketika saya panggil dia Aang, yang kebayang di saya adalah sosok dia sebagai bagian dari keluarganya. Sedangkan kalau saya panggil Irwandi, ya saya lihat dia sebagai seorang dia. Utuh. Bukan bagian dari siapa-siapa. Ngga terbagi juga dengan perannya sebagai siapa.

Elah. Ginian aja pake dipikirin. Haha. Drama deh emang saya.
Ya abis gimana ya. Lebih nyaman demikian sih.

Hidup, Irwandi!

Comments

Popular posts from this blog

Sepotong Rasa dalam Diam #1

Aisya Soraya. Siapa yang tidak mengenal nama itu. Biasa disapa Aya. Mahasiswa tingkat 3 yang cantik, pintar, namun tetap bersahaja. Dia pernah mengikuti kontes kecantikan, dan menjadi juara 2. Pernah pula membintangi beberapa iklan dan hingga kini, masih menjadi presenter sebuah acara berpetualang ke daerah-daerah di Indonesia. Dia satu angkatan denganku. Cuma beda popularitas dan segala kelebihanya tadi. Hehe. Itu sih bukan ’cuma’ ya.

Mengawali taun 2011 dengan..

Pacar. Nggak lah bo'ong banget *garuk-garuk tembok*. Tapi ada yang lebih parah dari itu men. Apa hayo? 1. Ultimatum dari Yang Mulia Ratu Ibu, yang berbunyi, saya harus udah nikah di umur 25. 2. Si Bapak yang kurang lebih mengutarakan hal yang sama, namun plus embel-embel 'Bapak kan udah pengen nggendong cucu, Mbak" Mampus kan tuh gue. Oke, mari kita berpikiran jernih dan positif. Anggap aja itu adalah doa baik dari orang tua untuk anaknya. Cuman ketika saya teringat umur saya taun ini udah memasuki 23, jadi agak-agak dug-dug ser gimanaaaa gitu. Kalo kata temen saya, saya sudah mulai memasuki midlife crisis , yakni masa-masa saya mulai butuh hubungan dengan lawan jenis dan kebutuhan karir juga. Nahkan. Au ah.

Hai!

Hem. Tes tes *ketok ketok mic* Terlalu banyak hal terjadi selama beberapa bulan ini. Jadi cukup lama juga ngga ada waktu nulis. Ada sih, nulis report. Pft. Ini baru bulan ke 4 di 2014 tapi rasanya sudah lemayan lelah. Tapi senang. Tahun ini ngerasain tahun baruannya di Masjid Nabawi, Madinah. Such a rare chance, huh? Yes, it was a holy trip. More than that, it was a very meaningful moment to me, to my life, to my days after. Beware of what you asking for to God. He will answer those prayer in a very unpredictable ways. Very unpredictable. Fyuh. Work life? Hmm, lemayan juga. Baru dapat bonus tahunan. Bisa buat ganjel-ganjel tabungan. Love life? Please skip. Family? Still to try to get used of my dad's absence because of his duty for every 2 weeks. Health? Ehm, proudly saying that I take 2-3 times to exercise. Me anak gym bok ih waw kan yes? Friendship? One of my very bery best person got engaged last month and I feel very extremely happy. OK I was lying. She...