Pertama kenal Irwandi, saya manggilnya Abang, sebutan dari teman-teman kantornya. Termasuk sepupu saya yang juga teman sekantor. Ketika saya tanya alasannya kenapa dipanggil Abang, Irwandi bilang, karena di antara poros tengah (geng sales dengan status belum nikah) dia yang paling tua.
Oh oke. Toh dia juga lebih tua dari saya. Jadi saya juga terbiasa memanggil Abang.
Seiring berjalannya waktu dan ternyata hati kami tertambat (ceile), panggilan Abang mulai mendatangkan komentar dari keluarganya. Katanya, Irwandi kan bukan orang betawi, kok dipanggil Abang. Asal muasal Irwandi itu Kuningan-Solo. Namun dikarenakan darah Kuningannya yang lebih kental, jadilah panggilan di keluarganya adalah Aang.
Awal-awalnya saya juga agak ngerasa aneh gitu nyebut Aang. Biasanya akang atau Aa. Ini Aang. Kaya nama orang. Dikeluarganya karena dia anak laki pertama, jadi dipanggil Aang. Sama sepupu-sepupunya juga.
Jreng.
Sekali dua kali nyoba.
Yasudahlah saya mulai terbiasa. Meskipun punah sudah impian saya manggil 'mas' untuk lelaki yang nantinya mendampingi saya.
Cuma sekarang-sekarang ini saya jadi agak jarang manggil Aang. Bukan karena saya tidak menghormati. Tapi karena ketika saya panggil dia Aang, yang kebayang di saya adalah sosok dia sebagai bagian dari keluarganya. Sedangkan kalau saya panggil Irwandi, ya saya lihat dia sebagai seorang dia. Utuh. Bukan bagian dari siapa-siapa. Ngga terbagi juga dengan perannya sebagai siapa.
Elah. Ginian aja pake dipikirin. Haha. Drama deh emang saya.
Ya abis gimana ya. Lebih nyaman demikian sih.
Hidup, Irwandi!
Comments
Post a Comment