Hanya dengan sapaan singkat, kita mulai pembicaraan di petang itu. Di kala senja sedang asik menjingga, kitapun sedang asik tertawa.
Entah sudah berapa lama kita tidak jumpa. Terakhir kali sepertinya saat aku tidak sengaja menumpahkan kuah bakso di bahumu, lalu kau malah menenangkanku dan berkata 'tidak apa-apa, aku bawa baju ganti kok'
Dan sebagai penebus rasa bersalah, aku pasrahkan setengah mangkuk bakso padamu.
Kau tahu?
Aku masih mendengarkan lagu yang pernah kau dengarkan padaku. Ketika aku hanya menggeleng ketika kau tanya siapa yang memainkan gitar itu. Aku masih ingat ekspresi wajah menyebalkan itu, seolah selama ini aku hanya tinggal di pedalaman desa karena tidak tahu lagu itu.
Aku masih memutarnya hingga sekarang. Di pagi hari, di awalku mau memulai sesuatu, dan dikala aku merasa sedang jatuh serta perlu bangkit lagi.
Kau masih sama. Selalu memulai membuka topik pembicaraan yang tak penting, tapi tak sampai hati juga aku menyudahi. Meski aku hanya membaca huruf-huruf di layar, rasanya aku bisa membayangkan ekspresi wajahmu saat bercerita.
Semoga masih seperti itu, karena ekspresi itu yang selalu membuatku betah memandangmu, ikut tertawa saat kau tertawa, dan menghela napas dalam-dalam saat kau mengantarnya pulang. Sambil menggandeng tangannya. Pamit padaku.
Coba kuhitung.
Aku jatuh hati padamu sejak tujuh tahun yang lalu. Dan kini, aku merunduk lagi. Mencari.
Hatiku jatuh lagi.
Comments
Post a Comment