Skip to main content

Jawaban.

Kita tak pernah menyangka akan bertemu dengan cara seperti ini.
Seingatku, hanya ucapan-ucapan jahil yang kadang membuatku bersungut-sungut kesal. Atau ledekan-ledekan yang membuatmu selalu mencubit gemas lengan bahuku.

Waktu bukanlah penghalang. Siang malam, selalu ada yang kita bagi. Entah cerita, atau khayalan-khayalan tentang 'bagaimana jika nanti'

Pun bukanlah jarak yang memisahkan. Ratusan kilometer tak seberapa. Tak ada yang jauh. Tak ada yang merasa dipisahkan oleh lautan.

Sampai di satu masa teringat. Tanganmu tak kosong. Ada yang kau genggam.
Dan kita hanya bisa merunduk. Tak ingin menyakiti yang lebih dulu menggenggam. Namun tak sampai hati menggurat sembilu pada diri sendiri.

Sebelum kau kembali kesana, kau titipkan padaku sebuah gelang. Kau bilang, itu kesayanganmu. Dan juga segera menjadi kesayanganku. Seperti penghubung rindu, pengingat rasa.
Di saat aku hanya duduk terdiam memandang, tak hanya wajahmu yang muncul, tetapi juga sayup-sayup wajahnya.

Aku butuh jawaban.
Dan aku dapatkan 
Meski tak sampai seminggu bertahan di pergelangan.
Meski aku harus membongkar semua benda.

Aku menghubungimu.

'Gelang hilang', hanya itu yang terucap.
Kau tidak menjawab.
Hanya diam yg menemani sampai akhirnya hubungan telfon terputus sendiri.
Mungkin kau teringat dengan gurauanku, 'makasih gelangnya. Jadi ngga enak. Aku jaga ya. Tapi kalo ilang, tandanya kita bener-bener ngga jodoh. Kamu balik ke calon pacarmu sana'

Kita temukan jawabannya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sepotong Rasa dalam Diam #1

Aisya Soraya. Siapa yang tidak mengenal nama itu. Biasa disapa Aya. Mahasiswa tingkat 3 yang cantik, pintar, namun tetap bersahaja. Dia pernah mengikuti kontes kecantikan, dan menjadi juara 2. Pernah pula membintangi beberapa iklan dan hingga kini, masih menjadi presenter sebuah acara berpetualang ke daerah-daerah di Indonesia. Dia satu angkatan denganku. Cuma beda popularitas dan segala kelebihanya tadi. Hehe. Itu sih bukan ’cuma’ ya.

Mengawali taun 2011 dengan..

Pacar. Nggak lah bo'ong banget *garuk-garuk tembok*. Tapi ada yang lebih parah dari itu men. Apa hayo? 1. Ultimatum dari Yang Mulia Ratu Ibu, yang berbunyi, saya harus udah nikah di umur 25. 2. Si Bapak yang kurang lebih mengutarakan hal yang sama, namun plus embel-embel 'Bapak kan udah pengen nggendong cucu, Mbak" Mampus kan tuh gue. Oke, mari kita berpikiran jernih dan positif. Anggap aja itu adalah doa baik dari orang tua untuk anaknya. Cuman ketika saya teringat umur saya taun ini udah memasuki 23, jadi agak-agak dug-dug ser gimanaaaa gitu. Kalo kata temen saya, saya sudah mulai memasuki midlife crisis , yakni masa-masa saya mulai butuh hubungan dengan lawan jenis dan kebutuhan karir juga. Nahkan. Au ah.

ini lagi kesel ceritanya.

Sepertinya memang harus diakhiri. Apa hayo? Segala sesuatu tentang masa lalu. Oke, ini kata pengantar untuk tulisan saya kali ini: Terakhir kali saya punya hubungan dengan seseorang adalah sekitar 2 taun lebih yang lalu. Di bulan Januari ini, which is sudah masuk ke 2 tahun lebih ini ya, saya udah ngga kepengaruh apa-apa lagi soal si orang itu, berikut apapun tentang hidupnya. Dan saya rasa saya udah ada di tahap itu, melupakan. eh ngga melupakan sih, lebih tepatnya merelakan dan menganggap bahwa oke, itu adalah masa lalu. Sialnya, saya hampir percaya sama diri saya sendiri kalo saya udah ngga bakalan kepengaruh apa-apa. Sampe semalem, ada sesuatu yang bikin saya tiba-tiba ngerasain sesuatu yang ngga enak banget rasanya. Gabungan antara sebel, marah, kesel, dan ya, sedikit cemburu. Saya juga heran deh. Kenapa ya saya harus masuk ke dalem kategori manusia yang susah lepas dari masa lalu. Maksutnya, ini udah lebih dari 2 taun lho cuuul. Saya ngerti banget ngga akan pernah bisa dan sayan...