Skip to main content

Sepotong Rasa dalam Diam #2

Kemal Yordan. Sahabatku sejak SMA. Entah kenapa takdir memaksa kami untuk kuliah di tempat yang sama. Jurusan ini adalah pilihan pertamaku, tetapi pilihan kedua bagi Kemal.Pilihan pertamanya adalah Hubungan Internasional. Kemal ingin sekali menjadi diplomat. Biar bisa jalan-jalan keluar negeri gratis, katanya. Tanpa dia harus menjelaskan, aku sangat tahu bahwa dengan keenceran otaknya, Kemal punya peluang yang cukup baik untuk bisa meraih impiannya sebagai diplomat. Yang sampai sekarang ngga bisa aku terima adalah alasannya memilih jurusan yang sama denganku di pilihan kedua. “Biar kalo gw ngga lolos di HI, kan setidaknya gw bisa kuliah bareng orang yang gw kenal”. Alasan bodoh untuk orang sepintar dirinya.


Lalu, voila!

Aku berada dalam posisi serba salah ketika pengumuman penerimaan mahasiswa baru tiba. Satu sisi aku senang bisa kuliah di jurusan yang aku minati, namun melihat Kemal, jadi bingung mau menghibur atau mengajaknya toss. Dia tidak lolos di HI dan lolos di pilihan kedua. Jurusan yang sama denganku.
Namun ke-merasa-bersalahan-itu lambat laun mulai berganti dengan rasa sebalku dengannya. Perasaan yang greget banget kuliah di jurusan komunikasi itu aku, tapi dia terus yang dengan mudahnya meraih nilai A. Sedangkan aku? Oke, aku ngga segitu bodohnya kok. Maksudku, sementara dia hanya seperti melirik bahan kuliah, tidak mencatat, ujian, lalu dapat A, aku harus mati-matian membaca bahan kuliah, membuat catatan, merekam penjelasan dosen, ujian, dan baru dapat A. Ujungnya sih sama. Cuma agak kesal saja ketika melihat Kemal yang adem ayem, sementara aku yang jungkir balik. Pinter banget sih itu orang.

Di hari pertama kami mulai kuliah, mata Kemal sudah terbentur pada sosok Aya. Kenapa aku bisa tahu? Kemal itu belum pernah pacaran. Pernah suka sama cewek pas SMA, cantik, dan banyak disukai di sekolah. Cuman pas tahu ternyata kalau diajak ngobrol cewek itu dirasa ngga nyambung, Kemal jadi ilfil. Dan sejak itu, dia ogah-ogahan sama cewek. Bukan berarti dia ngga normal lho ya. Tapi sepertinya, dia masih enjoy dengan kegiatannya bersama anak-anak futsal –yang juga teman-temanku—serta usaha perpustakaan kecil miliknya. Kemal malah lebih sering terlihat bermain di perpustakaan kecilnya bersama anak-anak SD di sekitar rumahnya dibanding jalan dengan cewek.

Dan di hari pertama itulah, aku melihat ada yang berbeda darinya ketika melihat Aya. Ketika aku sikut lengannya, dia seperti orang ketahuan ngintip orang mandi. “Hayooo, naksir lu ye sama Aya?”, tuduhku waktu itu.

“Paan sih?”, yang dituduh hanya melengos dan pergi

“Ooy, tungguu. Iya juga nggapapaa. Wajar kali kalo suka. Kemal. Oy, tungguin!” godaku sambil mengejarnya, mensejajarkan langkahnya yang lebar.

Sudah. Hanya itu yang Kemal tunjukkan. Tanpa dia tahu, aku menyadari yang lebih besar dari semua itu. Hingga kini. Tahun ke 3 kami kuliah.

***

Aku sedang bernafsu dengan nasi goreng kambing pedas di hadapanku. Sendiri. Partner makanku sedang mengurus jadwal technical meeting, katanya. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Rekaman suaraku dan Kemal, bernyanyi lagu Keong Racun.
Dahiku berkerut. Ih, tumben amat ini orang nilpun.

“Cuy, dimana lo?” , suara diseberang sana ngos-ngosan.

“Kantin. Makan. Uhuk uhuk.” Aku tersedak. Ini nasi goreng pedasnya nggak tanggung-tanggung. “Lo dimana?”

“Gw otw kantin.” Klik. Telfon disudahi secara sepihak.

8 menit kemudian sesosok manusia dengan muka cengengesan sudah nangkring di hadapanku. Lebih anehnya lagi, sambil membawa jus semangka kesukaanku. Dingin. Tanganku sudah sigap mau mengambil, tapi kemudian malah ku tarik kembali. Malah ku dekatkan ke dahinya.

“Lo demam, men?” tanyaku bingung.

“Enggak. Gw ganteng.”, jawabnya.

“Muka lo jelek banget, men, cengengesan gitu. Kaya kodok lagi kena sinus.”

“Biarin. Lo aus kan? Nih, ada jus semangka special gw bawain. Khusus buat lo, sahabat gw yang paling bohay, yang auranya ngalah-ngalahin Esmeralda, yang pinter, cakep, rajin mandi”

“Yang terakhir gw tau banget lo ngarang. Nape sih lu? Ngeri gw ngeliat lo begini. Kaya orang kesambet.”

“Jadi gini..”, Kemalpun mulai bercerita.
Dan dari ceritanya, aku tahu bahwa tadi Aya menemaninya ketika technical meeting. Technical meeting dimulai pukul 11, namun karena ada satu dan lain hal, diundur menjadi pukul 1 siang. Kemalpun angot-angotan. Dia adalah tipe orang yang on-time. Namun adanya Aya siang tadi sangat membatunya meredam emosi. Merekapun larut dalam perbincangan yang menyenangkan. Awalnya hanya membahas progress acara, tapi ternyata melebar kemana-mana. Kemal akhirnya tahu kalau Aya juga suka bola, suka membaca dan ingin punya taman bacaan untuk anak-anak, rajin jogging, dan segudang cerita lainnya tentang Aya.Oh iya yang paling penting, Kemal juga tahu kalau Aya beneran baru putus dari pacarnya.
Closing statement dari ceritanya sore itu adalah, ‘Gw nyambung ngobrol sama dia. Dia ngga Cuma cantik, tapi juga pinter. Sosok yang gw cari buat jadi istri gw.” Dan matanya menerawang ketika menyebut kata ‘istri gw’.

Oke. Aku tahu banget dia benar-benar kesengsem dan jatuh cinta. Aku tersenyum. Aku ikut senang kok. Hanya saja, saat itu, aku sangat berharap itu adalah kalimat terakhirnya sore itu.

to be continued..



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yesterday(s) and tomorrow(s)

Kalimat yang paling sering terdengar adalah: ‘waaah, ngga kerasa ya udah mau ganti taun’ PrĂȘt. Apenye ngga berasa. Buat saya mah taun 2010 ini berasa banget. Awal taun ini , dimulai dengan semangat membara buat bikin skripsi sebagai salah satu syarat buat lulus jadi tukang sarjana. Dan semangat itu naik turun nukik nyungsep naik dikit nukik lagi sampe bulan Juni, dimana akhirnya saya bisa kasih hadiah ulangtaun ke diri sendiri dengan bisa sidang sekripsi di tanggal 23 Juni 2010. Well, proses pembuatan sekripsi itu bener-bener pengalaman yang amit-amit ngga bakalan mau saya ulang. Bener-bener mengurasa tenaga, air mata, dan tabungan pastinya. Ya bayangin aja. Saya jadi sering kram karena setres. Dan yang bikin kramnya juga gga penting banget. Cuman karena garuk punggung, atau ngangkat tas, atau nunduk pas mau masuk angkot. Dan setelah sidang+skripsi, semuanya ilang. Saya juga takjub. Selain itu, skripsi juga sering bikin saya jadi angot-angotan, gampang marah, tumbuh jerawat , banyak m

Between blood, wall, and myself.

Hubungan gw dan darah selama sebulan ini sangat erat. Ketika gw tespek dan hasilnya muncul 2 garis, gw ngga bisa ambil adegan kaya kebanyakan pasutri yang baru nikah dan girang karena hasilnya positif. Hence, gw malah bengong. Because prior to that result, gw bleeding yang gw kira datang bulan. Kalau ternyata ada hasil garis 2, kenapa beberapa hari sebelumnya gw berdarah? Dan dari sanalah semuanya bermula. Selang sehari setelahnya, gw dan Irwandi memutuskan ke obgyn. Dokter pertama, menanyakan udah berapa tespek yang gw pakai. Gw bilang 3. Trus dia intinya bilang ya kalo udah ada hasil tespek, hasilnya berarti positif. Toh gw udah telat haid juga. Then gw kembali mengulang info yang sepertinya dia ketelisep, bahwa haid terakhir gw adalah 5 Juni, bukan 5 mei. Langsung dokter meralat ucapannya. Beliau bilang, berarti ada sesuatu. Yang dalem hati gw sautin that's why we're here, Sir. Beliau melakukan pemeriksaan usg transvaginal. Yang belum nikah dan belum tau, sila

Jantung yang bikin jantungan.

Waktu tau papihe ada sumbatan di jantung, saya jelas keliatan takut, sedih, kepikiran yang aneh-aneh. Tapi semalem pas tau ternyata ada pembengkakan di jantung Ibu dan ternyata sebelumnya Ibu pernah serangan tapi ngga nyadar, saya ngerasa blank. Sampai rumah sambil beberes tetiba air mata ngalir. Pun pas bangun salah pagi, abis siapin bekal Ayahnya Byan, saya rebahan trus air mata ngalir gitu aja. Rasanya ternyata lebih sakit kalo pas tau Ibu sakit.