Lima menit yang lalu, ia masih merangkak kesana kemari. Bermain dengan boneka beruang besar kesayangannya. Kadang tangan kecilnya penasaran ingin memencet tungkai dispenser. Kemarin saat aku lengah, rupanya ia mencoba, dan senang. Ada air keluar dari sana. Saat aku menoleh, bajunya sudah basah. Aku ingin marah, tapi kemarahanku sirna ketika melihatnya tertawa dan bertepuk tangan.
Usianya baru genap setahun lewat beberapa hari. Belum bisa benar berjalan, namun sudah tumbuh 4 gigi yang kecil-kecil. Celotehnya juga selalu ramaikan rumah kami. Lagu kegemarannya adalah Pelangi, Naik-naik ke puncak gunung, dan lagu-lagu sholawatan. Ketika berada di gendonganku dan ingin tidur, aku pasti menyanyikannya lembut. Ia suka itu. Aku tahu dari pelukannya yang semakin erat di tanganku.
Seperti sekarang.
Setelah lelah bermain dan aku sudah kewalahan mengejarnya kesana kemari, ia merebahkan kepalanya di dadaku. Aku mengayunkan gendongan perlahan, sambil menyanyikan lagu-lagu kesukaanya. Sambil menunggu ayahnya pulang bekerja. Aku menghela nafas panjang. Dalam hatiku aku bergumam, 'Aku dan ayahmu menyayangimu karena Allah, Nak. Tak akan kubiarkan kau susah di hari depan nanti. Aku dan ayahmu akan selalu menguntai kebahagiaan untuk kau gunakan ketika bertemu dengan dunia. Meskipun kau tidak berasal dari rahimku, namun kau sama seperti saudara kandungmu kelak. Dinginnya udara pagi saat aku menemukanmu kala itu, adalah hari terakhir kau merasakan kesedihan. Ingatlah itu Nak, aku mencintaimu seperti aku mencintai nyawaku sendiri.'
Ku kecup dahinya yang mungil.
Anakku sudah pulas tertidur. Dan tersenyum.
Comments
Post a Comment