Skip to main content

baiklah aku menyerah.

Aku punya kegemaran baru akhir-akhir ini.
Merebahkan tubuh di atas rumput hijau di bukit tak jauh dari rumah nenek.
Saling pandang dengan birunya langit.
Teduhnya awan. Racauan burung-burung yang hilir mudik di udara.
Entah sudah helaan napas yang keberapa. Tapi aku masih sering mengulangnya. Menghirup nafas dalam-dalam. Menutup mata. Dan menghembuskannya.

Tuhan, masihkan Kau di sana?
Mengapa aku merasa Kau memalingkan wajahMu dariku?


Waktu mempertemukanku pada sebuah cinta. Lebih indah dari bunga yang bermekaran. Lebih manis dari madu. Lebih cerah dari mentari pagi.
Aku suka. Aku cinta.
Tapi apa? Hanya sekejap.
Cinta tak dapat sepenuhnya ku miliki. Satu-satunya yang dapat kusimpan adalah punggungnya yang semakin menjauh. Jauh dari rengkuhan tanganku. Jauh dari rengkuhan rinduku.
Dan aku hanya menangis.

Tuhan, masihkah Kau di sana?
Mengapa aku merasa Kau mengajakku bermain?

Di lain waktu, langkah kaki membawaku pada sebuah cerita baru. Dan aku tersenyum.
Aku merasakan getaran bahagia. Aku merasakan sempurnanya dunia. Lalu apa? Sebuah tembok raksasa menghalanginya. Tak sampai langkah ini melewatinya. Tak sampai raga ini menghancurkannya. Lagi-lagi aku kehilangan cintaku.

Tuhan, masihkah Kau melihatku dari sana?
Mengapa aku merasa Kau mengujiku?


baiklah aku menyerah.

Tuhan,
Sejauh apapun aku melangkah, sepertinya memang tidak akan kutemukan cinta sebesar cintaMu untukku.


Dan aku tertidur. Lelah. Sudah kering air mataku..


Comments

Popular posts from this blog

Sepotong Rasa dalam Diam #1

Aisya Soraya. Siapa yang tidak mengenal nama itu. Biasa disapa Aya. Mahasiswa tingkat 3 yang cantik, pintar, namun tetap bersahaja. Dia pernah mengikuti kontes kecantikan, dan menjadi juara 2. Pernah pula membintangi beberapa iklan dan hingga kini, masih menjadi presenter sebuah acara berpetualang ke daerah-daerah di Indonesia. Dia satu angkatan denganku. Cuma beda popularitas dan segala kelebihanya tadi. Hehe. Itu sih bukan ’cuma’ ya.

Mengawali taun 2011 dengan..

Pacar. Nggak lah bo'ong banget *garuk-garuk tembok*. Tapi ada yang lebih parah dari itu men. Apa hayo? 1. Ultimatum dari Yang Mulia Ratu Ibu, yang berbunyi, saya harus udah nikah di umur 25. 2. Si Bapak yang kurang lebih mengutarakan hal yang sama, namun plus embel-embel 'Bapak kan udah pengen nggendong cucu, Mbak" Mampus kan tuh gue. Oke, mari kita berpikiran jernih dan positif. Anggap aja itu adalah doa baik dari orang tua untuk anaknya. Cuman ketika saya teringat umur saya taun ini udah memasuki 23, jadi agak-agak dug-dug ser gimanaaaa gitu. Kalo kata temen saya, saya sudah mulai memasuki midlife crisis , yakni masa-masa saya mulai butuh hubungan dengan lawan jenis dan kebutuhan karir juga. Nahkan. Au ah.

ini lagi kesel ceritanya.

Sepertinya memang harus diakhiri. Apa hayo? Segala sesuatu tentang masa lalu. Oke, ini kata pengantar untuk tulisan saya kali ini: Terakhir kali saya punya hubungan dengan seseorang adalah sekitar 2 taun lebih yang lalu. Di bulan Januari ini, which is sudah masuk ke 2 tahun lebih ini ya, saya udah ngga kepengaruh apa-apa lagi soal si orang itu, berikut apapun tentang hidupnya. Dan saya rasa saya udah ada di tahap itu, melupakan. eh ngga melupakan sih, lebih tepatnya merelakan dan menganggap bahwa oke, itu adalah masa lalu. Sialnya, saya hampir percaya sama diri saya sendiri kalo saya udah ngga bakalan kepengaruh apa-apa. Sampe semalem, ada sesuatu yang bikin saya tiba-tiba ngerasain sesuatu yang ngga enak banget rasanya. Gabungan antara sebel, marah, kesel, dan ya, sedikit cemburu. Saya juga heran deh. Kenapa ya saya harus masuk ke dalem kategori manusia yang susah lepas dari masa lalu. Maksutnya, ini udah lebih dari 2 taun lho cuuul. Saya ngerti banget ngga akan pernah bisa dan sayan...