Aku punya kegemaran baru akhir-akhir ini.
Merebahkan tubuh di atas rumput hijau di bukit tak jauh dari rumah nenek.
Saling pandang dengan birunya langit.
Teduhnya awan. Racauan burung-burung yang hilir mudik di udara.
Entah sudah helaan napas yang keberapa. Tapi aku masih sering mengulangnya. Menghirup nafas dalam-dalam. Menutup mata. Dan menghembuskannya.
Tuhan, masihkan Kau di sana?
Mengapa aku merasa Kau memalingkan wajahMu dariku?
Waktu mempertemukanku pada sebuah cinta. Lebih indah dari bunga yang bermekaran. Lebih manis dari madu. Lebih cerah dari mentari pagi.
Aku suka. Aku cinta.
Tapi apa? Hanya sekejap.
Cinta tak dapat sepenuhnya ku miliki. Satu-satunya yang dapat kusimpan adalah punggungnya yang semakin menjauh. Jauh dari rengkuhan tanganku. Jauh dari rengkuhan rinduku.
Dan aku hanya menangis.
Tuhan, masihkah Kau di sana?
Mengapa aku merasa Kau mengajakku bermain?
Di lain waktu, langkah kaki membawaku pada sebuah cerita baru. Dan aku tersenyum.
Aku merasakan getaran bahagia. Aku merasakan sempurnanya dunia. Lalu apa? Sebuah tembok raksasa menghalanginya. Tak sampai langkah ini melewatinya. Tak sampai raga ini menghancurkannya. Lagi-lagi aku kehilangan cintaku.
Tuhan, masihkah Kau melihatku dari sana?
Mengapa aku merasa Kau mengujiku?
baiklah aku menyerah.
Tuhan,
Sejauh apapun aku melangkah, sepertinya memang tidak akan kutemukan cinta sebesar cintaMu untukku.
Dan aku tertidur. Lelah. Sudah kering air mataku..
Merebahkan tubuh di atas rumput hijau di bukit tak jauh dari rumah nenek.
Saling pandang dengan birunya langit.
Teduhnya awan. Racauan burung-burung yang hilir mudik di udara.
Entah sudah helaan napas yang keberapa. Tapi aku masih sering mengulangnya. Menghirup nafas dalam-dalam. Menutup mata. Dan menghembuskannya.
Tuhan, masihkan Kau di sana?
Mengapa aku merasa Kau memalingkan wajahMu dariku?
Waktu mempertemukanku pada sebuah cinta. Lebih indah dari bunga yang bermekaran. Lebih manis dari madu. Lebih cerah dari mentari pagi.
Aku suka. Aku cinta.
Tapi apa? Hanya sekejap.
Cinta tak dapat sepenuhnya ku miliki. Satu-satunya yang dapat kusimpan adalah punggungnya yang semakin menjauh. Jauh dari rengkuhan tanganku. Jauh dari rengkuhan rinduku.
Dan aku hanya menangis.
Tuhan, masihkah Kau di sana?
Mengapa aku merasa Kau mengajakku bermain?
Di lain waktu, langkah kaki membawaku pada sebuah cerita baru. Dan aku tersenyum.
Aku merasakan getaran bahagia. Aku merasakan sempurnanya dunia. Lalu apa? Sebuah tembok raksasa menghalanginya. Tak sampai langkah ini melewatinya. Tak sampai raga ini menghancurkannya. Lagi-lagi aku kehilangan cintaku.
Tuhan, masihkah Kau melihatku dari sana?
Mengapa aku merasa Kau mengujiku?
baiklah aku menyerah.
Tuhan,
Sejauh apapun aku melangkah, sepertinya memang tidak akan kutemukan cinta sebesar cintaMu untukku.
Dan aku tertidur. Lelah. Sudah kering air mataku..
Comments
Post a Comment