Mendung sore ini tidak main-main rupanya. Sedari pagi sudah mengancam akan menurunkan hujan. Membuatku malas beranjak dari kasur yang terasa lebih empuk. Apalagi ditambah selimut. Lengkap sudah agenda bermalas-malasan hari ini.
Aku memandang ke luar jendela. Di luar hujan rintik. Sisa hujan seharian ini. Aku beranjak ke dapur. Terpaksa. Demi melengkapi suasana; dingin hujan akan lebih terasa hangat oleh secangkir cokelat panas.
Secangkir cokelat panas sudah di tangan. Perlahan ku tiup-tiupkan si cokelat, dan kuseruput. Hmmm. Hangat. Enak. Manis. Aku tersenyum. Jadi teringat..
Ku letakkan cokelat panas itu di meja, ku tarik kursiku, dan aku terduduk. Diam. Melihat ke luar jendela. Hhh..Sedang apa ya di sana? Ku ambil secarik kertas di laci, dan tangan ini mulai menari bersama dengan pensil biru.
Hai Kamu..
Aku tiba-tiba teringat kamu. Sedang apa kamu? Hari ini saja kok aku teringat kamu. Kemarin-kemarin tidak.
Errrr.
Oke, aku berbohong. Kemarin aku juga rindu kamu. Memikirkan sedang apa kamu di sana.
Kamu..
Kapan lagi tiba-tiba muncul di depan rumahku? Tanpa mengetuk, tanpa memanggil. Tiba-tiba memainkan senjata berdawaimu itu. Aku pikir pengamen. Ngga taunya ada kamu di depan pintu. Sambil senyum puas melihatku yang geleng-geleng ngga habis pikir. Tapi aku senang kok waktu itu. Dan ngga ketipu buat yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Kedatanganmu yang kedua ngga aku anggap sebagai pengamen lagi..
atau..
Kapan lagi ajak aku ke pantai? Kita minum es kelapa lagi. Duduk sambil melihat deburan ombak di laut sana. Dan kamu mencoba mengucapkan kata-kata romantis. Lalu aku tertegun. Terdiam. Terharu. Dan detik selanjutnya kitapun tertawa. Saling menyadari bahwa romantisme kita bukan dengan cara itu.
atau..
Kapan lagi kamu panggil aku 'manyun'? Terimkasih telah terinspirasi dengan bibirku yang manyun karena ngambek, menunggumu yang terlambat datang, atau terlupa akan sesuatu yang kita janjikan sebelumnya.
atau..
Kapan lagi kamu rangul aku ketika aku sedang menangis? Ketika aku butuh bahu untuk bersandar. Ketika aku butuh kamu untuk mendengarkan segala keluh kesah hati ini. Ketika aku memaksamu mendengarkan gerutuan demi gerutuan.
Kamu,
aku rindu kamu. Sedang apa kamu di sana?
Seperti biasa, aku terhenti. Rindu ini terlalu besar, semakin besar malah. Sehingga aku tak menemukan kata yang tepat untuk melukisakannya. Aku masukkan kertas itu ke laci. Supaya ia bertemu dengan teman-temannya yang lain. Yang juga bertuliskan kata-kata rinduku buat kamu.
Aku rindu kamu, pangeranku. Cepat pulang ya. Banyak sudut di kota kesayangan kita ini yang menunggu untuk kita datangi.
Secangkir cokelat panas tadi sudah berubah suhu ternyata. Sudah mulai dingin. Tapi aku tetap menyeruputnya. Aku semakin rindu kamu. Rindu duduk dan minum cokelat kesukaan kita berdua.
Jogja, 27 Januari 2010
Aku memandang ke luar jendela. Di luar hujan rintik. Sisa hujan seharian ini. Aku beranjak ke dapur. Terpaksa. Demi melengkapi suasana; dingin hujan akan lebih terasa hangat oleh secangkir cokelat panas.
Secangkir cokelat panas sudah di tangan. Perlahan ku tiup-tiupkan si cokelat, dan kuseruput. Hmmm. Hangat. Enak. Manis. Aku tersenyum. Jadi teringat..
Ku letakkan cokelat panas itu di meja, ku tarik kursiku, dan aku terduduk. Diam. Melihat ke luar jendela. Hhh..Sedang apa ya di sana? Ku ambil secarik kertas di laci, dan tangan ini mulai menari bersama dengan pensil biru.
Hai Kamu..
Aku tiba-tiba teringat kamu. Sedang apa kamu? Hari ini saja kok aku teringat kamu. Kemarin-kemarin tidak.
Errrr.
Oke, aku berbohong. Kemarin aku juga rindu kamu. Memikirkan sedang apa kamu di sana.
Kamu..
Kapan lagi tiba-tiba muncul di depan rumahku? Tanpa mengetuk, tanpa memanggil. Tiba-tiba memainkan senjata berdawaimu itu. Aku pikir pengamen. Ngga taunya ada kamu di depan pintu. Sambil senyum puas melihatku yang geleng-geleng ngga habis pikir. Tapi aku senang kok waktu itu. Dan ngga ketipu buat yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Kedatanganmu yang kedua ngga aku anggap sebagai pengamen lagi..
atau..
Kapan lagi ajak aku ke pantai? Kita minum es kelapa lagi. Duduk sambil melihat deburan ombak di laut sana. Dan kamu mencoba mengucapkan kata-kata romantis. Lalu aku tertegun. Terdiam. Terharu. Dan detik selanjutnya kitapun tertawa. Saling menyadari bahwa romantisme kita bukan dengan cara itu.
atau..
Kapan lagi kamu panggil aku 'manyun'? Terimkasih telah terinspirasi dengan bibirku yang manyun karena ngambek, menunggumu yang terlambat datang, atau terlupa akan sesuatu yang kita janjikan sebelumnya.
atau..
Kapan lagi kamu rangul aku ketika aku sedang menangis? Ketika aku butuh bahu untuk bersandar. Ketika aku butuh kamu untuk mendengarkan segala keluh kesah hati ini. Ketika aku memaksamu mendengarkan gerutuan demi gerutuan.
Kamu,
aku rindu kamu. Sedang apa kamu di sana?
Seperti biasa, aku terhenti. Rindu ini terlalu besar, semakin besar malah. Sehingga aku tak menemukan kata yang tepat untuk melukisakannya. Aku masukkan kertas itu ke laci. Supaya ia bertemu dengan teman-temannya yang lain. Yang juga bertuliskan kata-kata rinduku buat kamu.
Aku rindu kamu, pangeranku. Cepat pulang ya. Banyak sudut di kota kesayangan kita ini yang menunggu untuk kita datangi.
Secangkir cokelat panas tadi sudah berubah suhu ternyata. Sudah mulai dingin. Tapi aku tetap menyeruputnya. Aku semakin rindu kamu. Rindu duduk dan minum cokelat kesukaan kita berdua.
Jogja, 27 Januari 2010
Comments
Post a Comment