Skip to main content

Hai!

Hem. Tes tes *ketok ketok mic*

Terlalu banyak hal terjadi selama beberapa bulan ini. Jadi cukup lama juga ngga ada waktu nulis. Ada sih, nulis report. Pft.

Ini baru bulan ke 4 di 2014 tapi rasanya sudah lemayan lelah. Tapi senang. Tahun ini ngerasain tahun baruannya di Masjid Nabawi, Madinah. Such a rare chance, huh?
Yes, it was a holy trip. More than that, it was a very meaningful moment to me, to my life, to my days after.

Beware of what you asking for to God. He will answer those prayer in a very unpredictable ways.
Very unpredictable.
Fyuh.

Work life?
Hmm, lemayan juga. Baru dapat bonus tahunan. Bisa buat ganjel-ganjel tabungan.

Love life?
Please skip.

Family?
Still to try to get used of my dad's absence because of his duty for every 2 weeks.

Health?
Ehm, proudly saying that I take 2-3 times to exercise. Me anak gym bok ih waw kan yes?

Friendship?
One of my very bery best person got engaged last month and I feel very extremely happy. OK I was lying.
She is my best friend. I can tell anything to her. She and her family are so so so so so kind to me.
And now she is on her way to be someone else's wife. Lil bit insecure, afraid that I'm gonna lost her. Okelaaah lebay.

Age?
I don't remember about being 26 six this year. Still single is the new sexy tho.

Hokaylah. Itu sahaja sekelebat cerita penting penting ngga penting dan ngga genting.
Salam manis selalu dan selamat berakhir pekan dengan orang-orang tersayang.

Comments

  1. Still single is the new sexy tho.

    Iya, Cul. Iya. *iyain aja deh biar cepet*

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dari Nona ke Nyonya

atau dari karyawati menjadi ibu rumah tangga. Keduanya sama-sama butuh proses, sama-sama butuh banyak belajar. Sama-sama butuh ilmu ikhlas. Pernah denger ada temen yang bilang 'pengorbanan lo buat Byan itu luar biasa' Kucuman bisa bilang alhamdulillah. Sambil senyum dikit. Walaupun ada sebagian diri yang sesak. Rasanya pengorbanan itu terkesan ada pihak lain yang merasa tersiksa (haha!) while gw sangat menikmati perjalanan ini. Let me tell you a short (not sure) story then.. Pas jaman-jaman kecil itu, keluarga gw bisa dibilang hidup berkecukupan. Dalam artian, pas mau makan, berasnya ada. Cukup. Ngga berlebih. Walaupun lauknya kadang indomie, somay abang-abang lewat, sop, atau bakso (abang-abang lewat juga). Papihe kala itu punya dompet isinya kartu nama, ktp, sama fotonya Mbak Kakung dan Mbah Putri. Jarang banget gw liat ada duit disana. Yang belakangan gw tau kalo semua gajinya ya udah dikasih ke Ibu. Plus potongan cicilan rumah. Jarak rumah ke kantor kurang le...

ini lagi kesel ceritanya.

Sepertinya memang harus diakhiri. Apa hayo? Segala sesuatu tentang masa lalu. Oke, ini kata pengantar untuk tulisan saya kali ini: Terakhir kali saya punya hubungan dengan seseorang adalah sekitar 2 taun lebih yang lalu. Di bulan Januari ini, which is sudah masuk ke 2 tahun lebih ini ya, saya udah ngga kepengaruh apa-apa lagi soal si orang itu, berikut apapun tentang hidupnya. Dan saya rasa saya udah ada di tahap itu, melupakan. eh ngga melupakan sih, lebih tepatnya merelakan dan menganggap bahwa oke, itu adalah masa lalu. Sialnya, saya hampir percaya sama diri saya sendiri kalo saya udah ngga bakalan kepengaruh apa-apa. Sampe semalem, ada sesuatu yang bikin saya tiba-tiba ngerasain sesuatu yang ngga enak banget rasanya. Gabungan antara sebel, marah, kesel, dan ya, sedikit cemburu. Saya juga heran deh. Kenapa ya saya harus masuk ke dalem kategori manusia yang susah lepas dari masa lalu. Maksutnya, ini udah lebih dari 2 taun lho cuuul. Saya ngerti banget ngga akan pernah bisa dan sayan...
 I never thought that loving someone could be this painful.  Diam ketika semestinya bisa berteriak.  Menangis dalam diam ketika semestinya bisa menggerung.  Tetap ada disana ketika semestinya bisa berpaling dan menjauh.  Bukan pisau yang melukai, justru bentakan yang meluluh lantakkan.  Memutuskan untuk tetap bertahan dan seolah tak perduli ternyata bisa sebegitu menggerus hati.  Membuat tangis tak lagi hanya berupa air mata.  Dan bodohnya adalah keinginan itu tetap ada.  Untuk diam-diam mendoakan. Menyisihkan sebagian jerih payah untuk mewujudkan suatu keinginan.  Bukankah itu yang dinamakan mencintai? Bukankah mencintai dan melihat yang dicinta bahagia adalah tujuannya?