I never thought that loving someone could be this painful. Diam ketika semestinya bisa berteriak. Menangis dalam diam ketika semestinya bisa menggerung. Tetap ada disana ketika semestinya bisa berpaling dan menjauh. Bukan pisau yang melukai, justru bentakan yang meluluh lantakkan. Memutuskan untuk tetap bertahan dan seolah tak perduli ternyata bisa sebegitu menggerus hati. Membuat tangis tak lagi hanya berupa air mata. Dan bodohnya adalah keinginan itu tetap ada. Untuk diam-diam mendoakan. Menyisihkan sebagian jerih payah untuk mewujudkan suatu keinginan. Bukankah itu yang dinamakan mencintai? Bukankah mencintai dan melihat yang dicinta bahagia adalah tujuannya?