Skip to main content

#1 Hai hujan

Pagi ini masih saja kau buat sendu oleh air dinginmu.
Membuatku betah berlama-lama meringkuk dalam selimut tebal, sambil mendengarkan lagu-lagu kesayangan.
Bahkan mataharipun mengalah untukmu. Memberikanmu banyak waktu untuk berlama-lama menyentuh bumi.

Hai hujan..
Sampaikah juga kau ditempatnya?
Sedang apa dia sekarang?
Apakah masih berpeluk manja dengan mimpinya? Ataukah sedang bergerak bebas di luar sana?
Memikirkannya saja sudah membuatku rindu, sangat rindu.

Hai hujan..
Kau datang dari atas langit. Tempat Tuhan berada. Apakah Tuhan menitipkan rinduku melalui kau, untuknya? Semalam aku cerita banyak pada Tuhan. Ketika kau turun. Sampai aku terlelap. Mataku basah. Pipiku basah. Semoga Tuhan benar-benar percaya semua ceritaku semalam. Sehingga bisa titipkan pesanku untuknya melalui kau.

Hai hujan..
Aku rindu masa kecilku. Aku rindu bisa berlari bebas ke arahmu. Menari gemulai bersamamu. Tertawa sambil memejamkan mata. Membiarkan tiap-tiap airmu membelai manja wajahku. Dan kau tahu? Aku ingin sekali bisa seperti itu lagi. Berlari keluar bertemu denganmu. Biarkan kau basuh segala gundah. Biarkan kau hapus segala resah. Biarkan kau padamkan segala amarah.

Aku rindu dia, hujan. Meskipun sebagian diriku marah padanya, tetapi sebagian lainnya justru merindunya. Seperti halnya kau yang merindukan bumi di kala musim kemarau. Menjauh darinya kufikir akan membuat segalanya menjadi baik. Sepertinya memang begitu. tetapi hujan, tahukah kau kalau rasanya ada hal besar yang hilang dari hidupku belakangan ini?
Apakah hanya aku saja yang merasakan ini, hujan?

Hai hujan..
Bisakah kau juga sampaikan padanya tentang orang yang menggangguku beberapa hari ini? Biasanya dulu dia yang tenangkan aku, mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi sekarang kan dia sudah tidak tahu, dan tidak pernah tahu lagi kalau aku sangat ingin langsung mengadu padanya tiap aku merasa takut. Kau tahu kan hujan suaranya ketika sedang tertawa? Seperti meledekku. Tetapi suara tawanya itu yang selalu kurindukan tiap kali aku merasa jengah dengan segala jarak yang ada saat ini.

Hai hujan..
Aku belajar banyak kata sejak aku mengenal huruf. Tapi tahukah kau? Hanya ada 2 kata yang saat ini memenuhi benakku. Namanya, dan rindu..

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ini lagi kesel ceritanya.

Sepertinya memang harus diakhiri. Apa hayo? Segala sesuatu tentang masa lalu. Oke, ini kata pengantar untuk tulisan saya kali ini: Terakhir kali saya punya hubungan dengan seseorang adalah sekitar 2 taun lebih yang lalu. Di bulan Januari ini, which is sudah masuk ke 2 tahun lebih ini ya, saya udah ngga kepengaruh apa-apa lagi soal si orang itu, berikut apapun tentang hidupnya. Dan saya rasa saya udah ada di tahap itu, melupakan. eh ngga melupakan sih, lebih tepatnya merelakan dan menganggap bahwa oke, itu adalah masa lalu. Sialnya, saya hampir percaya sama diri saya sendiri kalo saya udah ngga bakalan kepengaruh apa-apa. Sampe semalem, ada sesuatu yang bikin saya tiba-tiba ngerasain sesuatu yang ngga enak banget rasanya. Gabungan antara sebel, marah, kesel, dan ya, sedikit cemburu. Saya juga heran deh. Kenapa ya saya harus masuk ke dalem kategori manusia yang susah lepas dari masa lalu. Maksutnya, ini udah lebih dari 2 taun lho cuuul. Saya ngerti banget ngga akan pernah bisa dan sayan...
 I never thought that loving someone could be this painful.  Diam ketika semestinya bisa berteriak.  Menangis dalam diam ketika semestinya bisa menggerung.  Tetap ada disana ketika semestinya bisa berpaling dan menjauh.  Bukan pisau yang melukai, justru bentakan yang meluluh lantakkan.  Memutuskan untuk tetap bertahan dan seolah tak perduli ternyata bisa sebegitu menggerus hati.  Membuat tangis tak lagi hanya berupa air mata.  Dan bodohnya adalah keinginan itu tetap ada.  Untuk diam-diam mendoakan. Menyisihkan sebagian jerih payah untuk mewujudkan suatu keinginan.  Bukankah itu yang dinamakan mencintai? Bukankah mencintai dan melihat yang dicinta bahagia adalah tujuannya?

Mengawali taun 2011 dengan..

Pacar. Nggak lah bo'ong banget *garuk-garuk tembok*. Tapi ada yang lebih parah dari itu men. Apa hayo? 1. Ultimatum dari Yang Mulia Ratu Ibu, yang berbunyi, saya harus udah nikah di umur 25. 2. Si Bapak yang kurang lebih mengutarakan hal yang sama, namun plus embel-embel 'Bapak kan udah pengen nggendong cucu, Mbak" Mampus kan tuh gue. Oke, mari kita berpikiran jernih dan positif. Anggap aja itu adalah doa baik dari orang tua untuk anaknya. Cuman ketika saya teringat umur saya taun ini udah memasuki 23, jadi agak-agak dug-dug ser gimanaaaa gitu. Kalo kata temen saya, saya sudah mulai memasuki midlife crisis , yakni masa-masa saya mulai butuh hubungan dengan lawan jenis dan kebutuhan karir juga. Nahkan. Au ah.