Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Hujan.

Satu persatu rintik hujan mulai membasahi wajah kita, dan kita malah semakin tertawa. Kau semakin pacu laju kendara motor, dengan harapan di depan sana mungkin saja hujan mereda. Yang justru terjadi malah kian bertambah deras, dan semakin deras, dan sebelum benar-benar basah, kita menepi. Semangkuk mie ayam berdua dan es kelapa muda. Hanya basa basi kepada yang punya tempat. Tak enak rasanya berteduh tanpa membeli. Kita mulai membagi setengah-setengah mie. Meski di mangkok yang sama. Padahal kita tahu akhirnya; aku akan melahap lebih banyak. Dan kau akan berpura-pura merasa kenyang supaya bisa aku habiskan hingga suapan akhir. Selebihnya, kita akan tertawa karena ini dan itu. Aku merapat kepadamu karena rupanya sang hujan tak ingin turun sendiri. Turut bersamanya angin menghempas. Hingga rasanya menerpa wajah ini. Aku tak peduli. Bersamamu, aku hangat. Dan lagi, kita kembali tertawa. Di lain hari, kau sudah antisipasi. Ada jas hujan telah kau siapkan. Maka di hari itu kita tak perl
Selamat pagi, sayang. Kali ini aku menyapamu dalam diam. Di hitungan tanggal tiga belas ini, kita justru berjarak untuk semakin mendekat. Adalah lucu bagiku ketika justru aku merasa lebih rapuh jika tergores kata-katamu. Dan aku lebih memilih untuk diam. Tak ingin rasanya meledak-ledak, atau menggerutu. Aku hanya ingin diam.  Ini proses kita, sayang. Mungkin, para penulis novel roman picisan itu tidak sebenar-benarnya pernah mencinta. Mereka hanya menggambarkan manisnya cinta, indahnya cinta, pucuk mawar yang punya pesona merona. Atau justru mereka mengemas seolah semua tampak sempurna. Tanpa perlu menunjukkan debat dan tengkar. Namun aku bangga kita punya semua itu, sayang. Kita selalu tertawa untuk hal-hal bodoh, kita marah pada hal-hal tak tercerna akal, kita diam pada saat tak ingin segalanya tambah kacau.  Perjalanan ini tak mudah untukku sayang. Begitupun dengan dirimu pastinya. Namun kita nikmati saja. Tak ada batu yang begitu saja terletak dan terbangun men

Meracau

Sesuai judulnya, mari kita meracau. Di h-3bulan lebih beberapa hari ini, belum ada tanda-tanda badan mengurus. Sepele? Banget. Bikin bete? Lebih banget banget. Dulu saya masih bisa becanda soal berat badan. Sekarang, even tau itu becanda, tapi rasanya jadi ngga asik di kuping. Kuping lagi bespren banget sama mulut. Yang ga enak di kuping, mulut langsung bales dendam, ngeluarin kalimat yang kurang lebih sama nyakitinnya. Impas. Iya, itu salah satu penyakit yang harus banget disembuhin. Jadi sensian. Entah emang harus dibuat sensi atau sebenernya stimulus bersifat netral tapi karena lagi sensi, jadilah percikan-percikan api amarah. Selain sensian, saya juga jadi banyak mikir. Mikirin harga sih udah pasti. Lebih dari itu, persiapan nikah itu bikin saya tambah mikir, 'lu beneran mau nikah, Cul?' Karena kebanyakan mikir inilah rambut saya jadi tambah banyak rontonya. Eh ini seriusan. Ternyata ada di tengah-tengah antara pihak yang maunya beda-beda itu tak seindah yang dibaya